Level iman dari Abu Bakar–sahabat Nabi yang mulia–tentu berbeda dengan kita-kita. Orang beriman yang satu dan lainnya imannya berbeda-beda.
Imam Al-Muzani rahimahullah berkata,
وَالمؤْمِنُوْنَ فِي الإِيْمَانِ يَتَفَاضَلُوْنَ بِصَالِحِ الأَعْمَالِ هُمْ مُتَزَايِدُوْنَ وَلَا يَخْرُجُوْنَ بِالذُّنُوْبِ مِنَ الإِيْمَانِ وَلاَ يُكَفِّرُوْنَ بِرُكُوْنِ مَعْصِيَةٍ وَلاَ عِصْيَانٍ وَلاَ نُوْجِبُ لِمُحْسِنِهِمْ الجِنَانَ بَعْدَ مَنْ أَوْجَبَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلاَ نَشْهَدُ عَلَى مُسِيْئِهِمْ بِالنَّارِ
“Dan orang beriman dalam hal iman itu bertingkat-tingkat. Karena amal saleh, iman mereka bertambah. Namun dosa tidaklah mengeluarkan mereka dari iman. Juga lantaran dosa besar dan kedurhakaan (maksiat) tidak membuat mereka menjadi kafir. Tidak dipastikan pula surga bagi mereka yang berbuat baik kecuali jika ada yang disebutkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Begitu pula tidaklah dipastikan neraka bagi mereka yang berbuat kejelekan (ahli maksiat).”
Orang Beriman itu Bertingkat-Tingkat
Orang beriman itu bertingkat-tingkat dalam hal iman pada hatinya. Yang paling utama dari orang beriman adalah para rasul ulul ‘azmi (Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, Muhammad ‘alaihimush shalaatu was salaam). Yang paling rendah dari mereka yang beriman adalah ahli tauhid yang terkotori kubangan maksiat.
Pernyataan Imam Al-Muzani rahimahullah “dan orang beriman dalam hal iman itu bertingkat-tingkat” adalah bantahan untuk kalangan Murji’ah yang menyatakan iman itu satu bagian dan Murji’ah menyatakan pula bahwa ahli iman berada dalam satu derajat.
Ayat yang mendukung akidah Ahlus Sunnah bahwa orang beriman itu bertingkat-tingkat di antaranya firman Allah,
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا ۖ فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ
“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.” (QS. Fathir: 32)
Dari ‘Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
“Sebaik-baik umatku adalah generasiku, kemudian setelah itu, kemudian setelah itu lagi.” (HR. Bukhari, no. 3651 dan Muslim, no. 2533)
Syaikhul Islam rahimahullah mengatakan, “Manusia itu bertingkat-tingkat dalam hal iman dan ketakwaan. Dalam hal kewalian manusia bertingkat-tingkat karena keimanan dan ketakwaan. Begitu pula dalam kekafiran dan kemunafikan bertingkat-tingkat.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 11:175)
Iman itu Bertambah Karena Amal Saleh
Inilah yang diyakini oleh salafush shalih bahwa iman itu bertambah dan berkurang. Dalilnya di antaranya adalah firman Allah,
لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ ۗ
“Supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada).” (QS. Al-Fath: 4)
وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى وَآتَاهُمْ تَقْوَاهُمْ
“Dan orang-orang yang mau menerima petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan balasan ketakwaannya.” (QS. Muhammad: 17)
وَيَزْدَادَ الَّذِينَ آمَنُوا إِيمَانًا
“dan supaya orang yang beriman bertambah imannya.”(QS. Al-Muddatsir: 31)
Juga hal ini berdasarkan hadits dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
خَرَجَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ في أضْحَى أوْ فِطْرٍ إلى المُصَلَّى، فَمَرَّ علَى النِّسَاءِ، فَقالَ: يا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ فإنِّي أُرِيتُكُنَّ أكْثَرَ أهْلِ النَّارِ فَقُلْنَ: وبِمَ يا رَسولَ اللَّهِ؟ قالَ: تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ، وتَكْفُرْنَ العَشِيرَ، ما رَأَيْتُ مِن نَاقِصَاتِ عَقْلٍ ودِينٍ أذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الحَازِمِ مِن إحْدَاكُنَّ، قُلْنَ: وما نُقْصَانُ دِينِنَا وعَقْلِنَا يا رَسولَ اللَّهِ؟ قالَ: أليسَ شَهَادَةُ المَرْأَةِ مِثْلَ نِصْفِ شَهَادَةِ الرَّجُلِ قُلْنَ: بَلَى، قالَ: فَذَلِكِ مِن نُقْصَانِ عَقْلِهَا، أليسَ إذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ ولَمْ تَصُمْ قُلْنَ: بَلَى، قالَ: فَذَلِكِ مِن نُقْصَانِ دِينِهَا.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamkeluar pada hari Iduladha atau Idulfitri ke tanah lapang, lantas beliau melewati para wanita. Beliau bersabda, “Wahai para wanita, bersedekahlah karena aku sungguh melihat bahwa kalian itu yang paling banyak menghuni neraka.” Para wanita bertanya, “Kenapa bisa seperti itu wahai Rasulullah?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammenjawab, “Karena kalian banyak melaknat dan seringnya mendurhakai suami. Aku tidak pernah melihat yang kurang akal dan agamanya yang bisa mengalahkan akal lelaki yang kokoh daripada salah seorang kalian (kaum wanita).” Para wanita bertanya, “Apa maksud kurang agama dan kurang akal pada diri kami, wahai Rasulullah?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallammenjawab, “Bukankah persaksian seorang wanita itu separuh dari persaksian pria?” Para wanita menjawab, “Benar.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammengatakan pula, “Itulah tanda kurangnya akal. Bukankah pula ketika wanita itu haidh, ia tidak menjalankan shalat dan puasa?” Para wanita menjawab, “Benar.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammengatakan lagi, “Itulah tanda kurangnya agama.” (Muttafaqun ‘alaih, HR. Bukhari no. 304, 1462 dan Muslim, no. 79). Kalau di sini disebut kurangnya agama, berarti iman itu bisa berkurang. Lawan dari berkurang, berarti iman itu bisa bertambah.
Semoga bermanfaat.
Referensi:
- Syarh As-Sunnah. Cetakan kedua, Tahun 1432 H. Imam Al-Muzani. Ta’liq: Dr. Jamal ‘Azzun. Penerbit Maktabah Dar Al-Minhaj.
- Tamam Al–Minnah ‘ala Syarh As-Sunnah li Al-Imam Al-Muzani.Khalid bin Mahmud bin ‘Abdul ‘Aziz Al-Juhani. alukah.net.
Selasa, 6 Dzulqa’dah 1440 H, 9 Juli 2019 @ perjalanan Panggang – Jogja
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com